.CO.ID –
JAKARTA.
Peluang penurunan mutu kredit semakin besar setelah masa liburan panjang Idulfitri, terutama pada sektor ritel. Tidak dapat disangkal lagi bahwa periode waktu yang lama ini berpotensi menimbulkan meningkatnya biaya bagi kelompok masyarakat secara umum.
Berdasarkan data yang disediakan oleh Bank Indonesia (BI), penurunan mutu kredit ternyata telah terjadi sejak awal tahun. Indikasi tersebut dapat dilihat melalui perubahan rasio kreditnya.
Non Performing Loan
(NPL) yang naik secara signifikan terutama pada pinjaman keluarga.
Sebagai contoh, Non-Performing Loans (NPL) dalam kredit perbankan pada sektor rumah tangga telah menunjukkan peningkatan secara berturut-turut sejak Desember 2024 hingga mencapai angka 2,02%. Pada awal tahun 2025 yaitu di Januari, persentase tersebut melonjak ke 2,17%, kemudian naik lebih lanjut menjadi 2,22% di bulan selanjutnya.
NPL tertinggi dicatatkan pada pinjaman perumahan keluarga dengan tingkat 2,94% pada Februari 2025. Angka ini mengalami sedikit peningkatan dibandingkan bulan sebelumnya yaitu 2,84%.
Bukan hanya itu saja, pinjaman multifungsi pun menunjukkan peningkatan pada bulan Februari tahun 2025 hingga mencapai angka 1,55%. Pada periode sebelumnya, rasio kredit bermasalah untuk jenis pinjaman tersebut berada di posisi 1,53%.
Direktur Kepatuhan Bank Oke Efdinal Alamsyah mengakui adanya kemungkinan meningkatnya risiko kredit bermasalah dalam sektor kredit ritel.
Sebabnya, peningkatan belanja orang-orang saat Idul Fitri bisa berdampak pada kesanggupan mereka untuk membayar angsuran pinjaman.
Secara sejarah, angka-angka dari data mengindikasikan bahwa permohonan pendanaan lewat kredit daring serta jasa-pinjam telah meningkat.
buy now pay later
(BNPL) cenderung meningkat menjelang Lebaran, yang kemudian diikuti oleh potensi kenaikan kredit macet dalam dua hingga tiga bulan setelahnya.
Efdinal menambahkan pihaknya telah mengantisipasi potensi kenaikan NPL pasca Lebaran dengan menerapkan berbagai strategi mitigasi risiko. Salah satunya menghindari konsentrasi kredit pada sektor tertentu untuk mengurangi risiko gagal bayar.
Untuk sektor ritel, kami memiliki segmentasi berdasarkan payroll serta kolaborasi layanan paylater.
marketplace
, serta Kartu Tanpa Agunan (KTA) umum. Yang memiliki Non-Performing Loan (NPL) tertinggi adalah bagian ini yang kami usahakan untuk dikurangi,” jelas Efdinal beberapa waktu lalu.
Efdinal merencanakan bahwa tingkat NPL untuk pinjaman konsumen Bank Oke pada bulan Februari tercatat sebesar 2,15%. Di sisi lain, apabila pinjaman yang dialokasikan ke lembaga keuangan juga dimasukkan dalam hitungan total, maka NPL bersih Bank Oke hingga akhir Februari berada di posisi 2,10%.
Presiden Direktur CIMB Niaga Lani Darmawan mengatakan bahwa mereka secara aktif memantau situasi ekonomi yang ada sekarang. Mereka menyadari adanya kemungkinan peningkatan Non-Performing Loans (NPL) di sektor tersebut.
“Bukan hanya karena
default
oleh pelanggan namun pula dikarenakan
balances
yang secara relatif tidak bertambah,” jelas Lani.
Lani mengilustrasikan situasi di CIMB Niaga dimana pinjaman sektor ritel pada masa kini cenderung stagnan. Akibatnya, hal tersebut dapat memiliki dampak negatif pada rasio KPR atau Non Performing Loan (NPL).
” Kami berhati-hati di setiap segmen. Meskipun saat ini semua segmen terkendali dengan baik dan memiliki NPL sebesar 1,8%,” jelas Lani.
Setuju dengan itu, Wakil Presiden Eksekutif Komunikasi Korporat dan Tanggung Jawab Sosial BCA Hera F. Haryn menyatakan bahwa mereka melaksanakan pemantauan terhadap risiko konsentrasi kredit, yang mencakup penentuan batasan kredit serta memeriksa mutu dari seluruh portofolio tersebut.
Selain itu, mereka juga mengevaluasi sektor industri berdasarkan potensi atau performa bisnis serta menetapkan batasan untuk pendanaan tertentu sesuai dengan tingkat risikonya.
“BCA selalu menganalisis pergerakan ekonomi serta kebiasaan belanja pasca Lebaran untuk menjamin pertumbuhan kredit yang berkelanjutan dan bermutu,” tegasnya.




